Mitos Maung Panjalu

Mitos Maung Panjalu

Mitos Maung Panjalu

Mitos Maung Panjalu

Mitos Maung Panjalu (Gambar Ilustrasi Harimau)

MITOS Maung Panjalu.  selain dikenal berkat Situ Lengkong serta Upacara Adat Nyangku, Panjalu Ciamis juga dikenal dengan mitos “Maung Panjalu”-nya (maung = harimau dalam bahasa Sunda). Mitos ini berkembang di kalangan masyarakat Panjalu zaman dulu serta mungkin masih diyakini oleh sebagian orang sampai saat ini.

Konon, orang Panjalu yg keturunan “Maung Panjalu” dicirikan dengan kuku tangannya yg identik kuku harimau serta jikalau bertemu dengan harimau betulan, maka si harimau betulan akan ketakutan.  betul tidaknya saya nggak tahu :).

Pernikahan Dua Kerajaan

Mitos Maung Panjalu berasal dari cerita babad, adalah Babad Panjalu. konon seorang putri kerajaan Sunda (Pajajaran) bernama Dewi Sucilarang dipinang oleh seorang pangeran dari Majapahit bernama pangeran Gajah Wulung.  selepas menikah, sang putri pun diboyong ke Majapahit oleh sang suami yg disebut dalam kisah tradisional sebagai putra prabu Brawijaya.

beberapa saat setelah itu sang putri mengandung.  Nampaknya ia nggak terlalu betah di Majapahit. Maka saat kandungannya mendekati umur melahirkan, ia meminta ijin buat dpt melahirkan di lahan kelahirannya di Sunda.

Meski berat hati, Pangeran Gajah Wulung mengijinkan permintaan sang istri.  Maka diperintahkanlah sepasukan buat mengantar Dewi Sucilarang ke Pajajaran. Menjalani perjalanan yg sangat panjang tersebut, di tempat-tempat yg aman serta nyaman rombongan kerap berhenti buat beristirahat.

Hal tersebut juga dilaksanakan saat memasuki kawasan hutan Panumbangan yg di saat itu masuk kawasan Kerajaan Panjalu.  Di suatu tempat iring-iringan memutuskan buat membangun tenda.

nggak diduga, di tempat tersebut sang putri melahirkan sepasang anak kembar.  Meski dalam kondisi darurat, kedua bayi dpt dilahirkan dengan selamat. yg laki-laki setelah itu diberi nama Bongbang Larang serta yg perempuan diberi nama Bongbang Kancana.

Selesai persalinan, ari-ari kedua bayi dimasukan ke dalam suatu pendil lahan liat serta diletakan di atas suatu batu besar.  Beberapa hari setelah itu, rombongan melanjutkan perjalanan sampai sampai di keraton Pajajaran.

Meninggalkan Kerajaan

Kedua anak kembar tersebut setelah itu tumbuh di Keraton Pajajaran.  Prabu Siliwangi sang kakek sangat menyayangi mereka.  namun semakin beranjak remaja terdapat perasaan yg terus menggangu pikiran mereka, adalah keinginan buat bertemu dengan sang ayah di Majapahit.

kerana umur mereka yg masih kecil, sang kakek, Prabu Siliwangi, nggak membagikan ijin keduanya buat pergi. Menunggu sampai umur mereka dewasa.

namun rasa penasaran terus menggangu pikiran kedua remaja tersebut.  Akhirnya keduanya sepakat buat pergi dengan diam-diam.  Maka di waktu yg sudah ditentukan, berangkatlah mereka meninggalkan keraton menuju ke tujuan timur.

selepas menempuh perjalanan yg cukup jauh, mereka tiba di suatu hutan belantara di kaki Gunung Sawal.  kerana merasa letih serta haus, di tempat tersebut keduanya berhenti buat beristirahat.

saat menemukan sumber air, kedua remaja tersebut menemukan suatu pendil di atas suatu batu besar.  Ternyata pendil tersebut adalah adalah tempat menyimpan ari-ari mereka saat lahir dulu.  Tentu aja mereka nggak mengetahuinya.

Awal musibah

Melihat pendil tersebut berisi air, Bongbang Larang yg sangat kehausan langsung meminumnya dengan mendekatkan pendil ke mulutnya.  namun keajaiban terjadi.  Kepala pendil tersebut tiba-tiba membesar serta mencaplok kepala Bongbang Larang oleh kerana itu nggak dapat dilepas.

Kebingungan dengan apa yg terjadi, Bongbang Kancana setelah itu menuntun sang kakak buat menemukan pertolongan.  Mereka berjalan terus ke tujuan timur oleh kerana itu bertemu seorang kakek bernama Aki Ganjar.  Oleh kakek tersebut keduanya disarankan buat menemuni seseorang sakti yg tinggal di utara.

Orang tersebut bernama Aki Garahang.  Dia adalah seorang pendeta hindu bergelar Pandita Gunawisesa Wiku Trenggana.

Oleh Aki Garahang, pendil tersebut dipecahkan dengan suatu kujang oleh kerana itu terbelah menjadi dua.  Konon kujang tersebut sampai kini masih tersimpan di Pasucian Bumi Alit.

Keajaiban kembali terjadi.  Pendil yg terbelah dua itu setelah itu membentuk suatu selokan serta kulah (kolam).  Selokan tersebut selanjutnya diberi nama Cipangbuangan, sedangkan kulah-nya diberi nama Pangbuangan.

Sebagai ungkapan terima kasih, kedua remaja kembar itu pun memutuskan buat mengabdi di padepokan Aki Garahang sebelum melanjutkan perjalanan ke Majapahit.

Berubah Wujud

Suatu hari Aki Garahang hendak bepergian buat suatu keperluan.  maka dari itu ia menitipkan padepokannya kepada Bongbang Larang serta Bongbang Kancana.  Sebelum pergi sang pendeta membagikan pesan agar kedua remaja tersebut nggak mendekati kulah Pangbuangan, yg letaknya nggak jauh dari padepokan tersebut.

namun Embargo itu nggak diindahkan oleh kedua remaja tersebut.  Sepeninggal sang pendeta, keduanya nggak dapat menahan diri buat mendatangi kulah terlarang itu.

Kulah Pangbuangan ternyata sangat cantik serta berair jernih.  Di dalamnya dipenuhi ikan berwarna-warni. Melihatnya, Bongbang Larang nggak sabar buat cepat aja menceburkan diri ke dalam kulah itu sementara sang adik hanya membasuh kedua tangan serta wajah sembari merendamkan kedua kakinya.

Betapa terkejut keduanya setelah itu.  Saat Bongbang Larang naik ke darat, wajah serta seluruh badannya sudah ditumbuhi bulu lebat seperti seekor harimau.  Demikian juga dengan Bongbang Kancana.  saat melihat badannya di permukaan air, wajahnya sudah berubah, oleh kerana itu nggak sadar menceburkan diri ke dalam kulah.

Keduanya pun kini berubah menjadi dua ekor harimau kembar, jantan serta betina.

Kehendak yg Kuasa

saat Aki Garahang pulang serta mendapati dua ekor harimau di padepokannya ia terkejut.  nyaris aja kedua harimau itu dibunuhnya kerana dikira sudah memangsa Bongbang Larang serta Bongbang Kancana.

namun setelah itu ia cepat mafhum dengan apa yg terjadi.  Ia pun nggak dapat berbuat apa-apa. Aki Garahang berpendapat bahwa kejadian itu sudah menjadi kehendak yg Kuasa.

Aki Garahang setelah itu menasihati keduanya serta membagikan pesan agar mereka nggak mengganggu orang Panjalu beserta Hewan peliharaannya. apabila melanggar, mereka akan memperoleh kutukan darinya.

Terjerat Sulur Oyong

Kedua anak harimau jadi-jadian itu setelah itu berjalan nggak tentu tujuan sampai sampai di Cipanjalu, yg adalah kebun milik Keraton Panjalu yg ditanami beraneka sayuran serta buah-buahan. Di bagian hilirnya terdapat pancuran tempat pemandian keluarga kerajaan.

saat sedang berjalan di kebun tersebut, kaki mereka nggak sengaja terjerat oleh sulur-sulur tanaman/tanaman paria oyong (sayuran Sesuai terong-terongan) oleh kerana itu jatuh ke dalam gawul (saluran air tertutup terbuat dari batang pohon enau yg dilubangi) oleh kerana itu Genre air ke pemandian di bagian hilir tersumbat oleh tubuh mereka.

Keesokan harinya, Prabu Sanghyang Cakradewa terheran-heran saat melihat pancuran di pemandiannya nggak mengeluarkan air. saat diperiksa, ia sangat terkejut melihat terdapat dua harimau kecil yg menyumbat saluran air.

Menjadi Pelindung Orang Panjalu

nyaris aja kedua harimau itu dibunuh oleh Sang Prabu kerana khawatir membahayakan masyarakat. namun selepas mengetahui bahwa keduanya adalah jelmaan putera-puteri Kerajaan Pajajaran, sang Prabu menjadi iba. Ia pun setelah itu menyelamatkan keduanya dari himpitan saluran air.

Sebagai tanda terima kasih, kedua harimau itu bersumpah di hadapan sang prabu buat nggak mengganggu orang Panjalu serta keturunannya. Bahkan apabila diperlukan mereka bersedia datang menolong serta melindungi orang Panjalu yg terletak dalam kesulitan.

namun terdapat kekecualian.  Perlindungan nggak akan diberikan kepada mereka yg meminum air dengan tips menenggak langsung dari tempat air minum (teko, ceret, dsb.), yg menanam atau memakan paria oyong serta yg membuat gawul (saluran air tertutup).  Orang-orang tersebut, berhak menjadi mangsa harimau jadi-jadian tersebut.

selanjutnya kedua harimau kembar itu melanjutkan perjalanan sampai tiba di Keraton Majapahit dimana sang ayah ternyata sudah bertahta sebagai raja.

Sang Prabu sangat terharu dengan kisah perjalanan kedua putera-puteri kembarnya. Ia setelah itu memerintahkan Bongbang Larang buat menjadi penjaga di Keraton Pajajaran, sedangkan Bongbang Kancana diberi tugas buat menjaga Keraton Majapahit.

di waktu-waktu Eksklusif kedua saudara kembar ini diperkenankan buat saling menjenguk.  Maka menurut kepercayaan masyarakat Panjalu jaman dahulu, kedua harimau itu akan berkeliaran buat saling menjenguk di setiap bulan Maulud.




Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Back To Top