asal usul Ciamis: Galuh di Bawah Kekuasaan VOC

asal usul Ciamis: Galuh di Bawah Kekuasaan VOC

asal usul Ciamis: Galuh di Bawah Kekuasaan VOC

Gubernur Jendral VOC Johannes Camphuijs di tahun 1685 (Sumber: Wikipedia)

Gubernur Jendral VOC Johannes Camphuijs di tahun 1685 (Sumber: Wikipedia)

asal usul CIAMIS di masa kekuasaan VOC di tatar Galuh diawali dari suatu perjanjian antara Mataram serta VOC. Dalam perjanjian yg ditandatangani di tanggal 19-20 Oktober 1677 tersebut disepakati bahwa Mataram akan menyerahkan Priangan Timur sebagai balas jasa kepada VOC yg sudah membantu menyelesaikan perebutan kekuasaan di Mataram.

namun demikian, pengambilalihan Priangan tak berlangsung cepat. Baru di tanggal 15 November 1684 atau tujuh tahun setelah itu, Gubernur Jenderal Johannes Camphuijs memerintahkan Komandan Jacob Couper serta Kapten Joachum Michiels buat menangani Priangan.

Langkah awal yg diambil Jacob Couper adalah mengeluarkan peraturan yg berkaitan dengan pembagian cacah di antara para bupati di Priangan. Reorganisasi ini di hakikatnya tak mengubah dengan cara radikal tata pemerintahan yg berlaku di Priangan saat masih terletak di bawah Mataram.

Undang-undang Couper

Peraturan tersebut yg lebih dikenal sebagai Undang-undang Couper diberitahukan kepada para bupati Priangan dalam suatu pertemuan di Benteng Beschermingsh di Cirebon.

Dalam pertemuan itu, di samping menetapkan jumlah cacah buat Bupati Timbanganten, Sumedang, Parakanmuncang, serta Sukapura, Jacoub Couper juga menetapkan jumlah cacah buat Dalem Imbanagara sebanyak 708 cacah, Dalem Kawasen memperoleh 605 cacah serta Lurah Bojonglopang memperoleh 20 cacah serta 10 desa.

Undang-undang Couper tersebut disetarakan sebagai Nieuwe Aaanstellingen Brieven (Akta Pengangkatan Baru). Dalam Undang-undang Couper ini, tak disebut-sebut adanya pembagian cacah buat Galuh.

Meskipun sudah terdapat Undang-undang Couper sebagai landasan hukum buat menangani Priangan, namun Mataram belum dengan cara resmi menyerahkan kawasan ini.

Sementara itu, di tahun 1685, Komisaris Jacob Couper meninggal dunia di Cirebon serta Gubernur Jenderal Johanes Camphuijs mengangkat Francois Tack sebagai Komisaris Priangan yg baru.

Pengambilalihan dengan cara Resmi

di bulan November 1685, ia memerintahkan Letnan Benyamin van der Meer buat mempersiapkan planning pengambilalihan kawasan Priangan dengan cara resmi dari Mataram.]

Beberapa bulan setelah itu, melalui suatu resolusi tanggal 17 April 1686 Gubernur Jenderal Johanes Camphuijs mengumumkan bahwa:

  1. kawasan kekuasaan VOC meliputi kawasan-kawasan yg terletak di antara Laut Utara sampai dengan Laut Kidul; kawasan-kawasan yg terletak di antara Kali Tangerang sampai dengan Kali Krawang.
  2. seluruh penduduk dalam bentang kawasan tersebut adalah rakyat VOC yg wajib menaati hukum VOC serta wajib membayar upeti kepada VOC.
  3. cepat menghentikan perselisihan di antara para penguasa serta cepat menghadap ke Batavia buat membuat rule-rule hukum yg diperlukan dengan membawa data demografi yg diperlukan seperti daftar nama penduduk, jenis kelamin, serta tempat lahir. untuk penduduk Priangan yg tak dilaporkan oleh penguasanya akan dianggap sebagai gelandangan serta akan diberi sanksi hukum oleh VOC

di waktu kawasan Priangan serta Galuh resmi diserahkan kepada VOC, yg menjadi Bupati Imbanagara adalah R.A. Angganaya yg memerintah dari tahun 1678-1693. Sepeninggalnya R.A. Angganaya, VOC mengangkat R.Adipati Sutadinata sebagai Bupati Imbanagara. Masa pemerintahannya berlangsung sampai tahun 1706.

Sistem Pemerintahan tak Langsung

di saat itu, VOC sudah menerapkan preangerstelsel yg intinya adalah penerapan sistem pemerintahan tak langsung (indirect rule). Artinya, VOC tak ikut campur langsung dalam urusan politik pribumi sepanjang kepentingannya dalam menemukan keuntungan dari komoditas pertanian tak terganggu.

Hal ini terjadi, pertama, di karenakan jumlah personel VOC relatif sedikit; kedua, di karenakan otoritas paling tinggi dalam masyarakat pribumi adalah sumber kekuasaan potensial yg dpt dieksploitasi buat urusan produksi serta jasa yg diperoleh dari rakyat kecil. Dengan alasan ini, struktur sosial yg terdapat dibiarkan (buat) diatur sendiri oleh penguasa pribumi yg disebut menak.

Dalam sistem ini, para bupati berkedudukan sebagai volkshoofd yg memiliki beberapa Copyright istimewa (priveleges), adalah: Copyright pemilikan lahan, Copyright Dominasi serta pengabdian dari penduduk, Copyright memungut pajak, Copyright atas perikanan serta berburu, serta Copyright buat menentukan hukum sendiri.

Upeti

Para bupati di Priangan berkewajiban buat menyerahkan upeti kepada VOC seperti yg pernah mereka lakukan kepada Sultan Mataram. Bentuk upeti tersebut berupa penyerahan wajib komoditas perdagangan seperti kayu,lada, nila (indigo), kapas, serta setelah itu kopi serta gula, yg besarnya ditentukan oleh VOC. Para bupati hanya diberi kewenangan buat membuat kebijakannya agar kewajiban penyerahan wajib dpt dipenuhi.

Demikianlah, Gubernur Jenderal VOC menjadikan bupati sebagai pelaksana atau agen verplichte leverantie adalah agen penyerahan wajib tanaman/tanaman-tanaman/tanaman komoditas perdagangan, di antaranya beras, cengkih, pala, lada, kapas, kopi, indigo, serta tebu.

Demikianlah, VOC mewajibkan Kabupaten Galuh buat menanam lada, kapas, serta indigo serta wajib menyerahkan hasilnya sesuai dengan kuota yg sudah ditentukan oleh VOC.

di tahun 1695, Bupati R. Adipati Sutadinata menyerahkan lada kepada VOC sebanyak 0 pikul yg berasal dari Kabupaten Imbanagara sebanyak 40 pikul serta Kabupaten Kawasen sebanyak 50 pikul.

selain itu, nila (indigo) serta kapas (bahan baku benang) pun ditetapkan oleh VOC sebagai komoditas perdagangan yg kena kebijakan wajib serah. di tahun 1695, jumlah nila yg wajib diserahkan kepada VOC dari kawasan Galuh sebanyak 80 pikul. Kuota sebanyak itu hanya berasal dari Kabupaten Kawasen aja.

Dalam kurun waktu yg sama, Galuh dibebani juga dengan penyerahan wajib kapas. Beban yg wajib dipikul oleh Galuh sebanyak 55 pikul per tahun. Jumlah sebanyak ini wajib diserahkan oleh Kabupaten Imbanagara sebanyak 35 pikul serta Kabupaten Kawasen sebanyak 20 pikul.

Akan namun, di akhir abad ke-18 produksi lada yg dihasilkan oleh Priangan ditambah dengan Batavia serta kawasan sekitarnya rata-rata hanya 25, 25 pikul per tahun. Hal ini nampaknya dikarenakan di pasaran internasional, kedudukan rempah-rempah mulai tergeser oleh kopi. kondisi ini mempengaruhi VOC buat menurunkan jumlah penyerahan wajib yg tak lagi menguntungkan untuk perekonomian negaranya.

Tanam Paksa

di tahun 1704, R. Adipati Sutadinata menandatangani kontrak politik dengan VOC yg berlaku selama 10 tahun. Berdasarkan kontrak politik tersebut beberapa jenis komoditi perdagangan yg dihasilkan oleh Kabupaten Imbanagara wajib dijual kepada VOC dengan harga yg sudah ditetapkan oleh VOC. Dengan demikian, sejak tahun itu VOC memiliki otoritas penuh buat menentukan jenis komoditas perdagangan yg wajib ditanam serta dijual hasilnya kepada VOC.

Bersamaan dengan penandatanganan kontrak politik, beberapa kabupaten di kawasan Galuh, yakni Utama, Bojonglopang, serta Kawasen dilanda kerusuhan yg digerakkan oleh Haji Prawatasari atau Raden Alit. namun demikian, kerusuhan yg dimulai di Jampang tahun 1703 itu, dpt dipadamkan oleh VOC di tanggal 12 Juli 1707 seiring dengan tertangkapnya Haji Prawatasari.

Penyerahan Cirebon

Kekuasaan VOC di Galuh semakin dipertegas dengan adanya perjanjian antara Mataram serta VOC tanggal 5 Oktober 1705.

Berdasarkan perjanjian itu, Mataram wajib menyerahkan kawasan Cirebon serta Priangan-Cirebon kepada VOC sebagai imbalan di karenakan VOC sudah membantu Pangeran Puger merebut tahta Mataram dari Sunan Amangkurat III atau Sunan Mas. Dalam perjanjian itu ditegaskan pula bahwa kawasan Priangan-Cirebon meliputi beberapa kabupaten, adalah: Imbanagara, Galuh, serta Sukapura.

buat mengawasi loyalitas para bupati Priangan serta Galuh, melalui Resolusi Tanggal 9 Februari 1706, VOC mengangkat Pangeran Aria Cirebon sebagai opziener para bupati di kawasan Priangan serta Galuh, namun tak termasuk buat Bupati Karawang serta Cianjur. Kedua kawasan ini sudah dianggap sebagai bagian dari Batavia oleh di karenakan itu para bupatinya langsung diawasi oleh pejabat-pejabat VOC.

Pengangkatan Aria Cirebon

di saat Pangeran Aria Cirebon diangkat sebagai opziener Priangan serta Galuh, Kabupaten Imbanagara dipimpin oleh R. Adipati Kusumadinata I (1706-1727). Dalam akta pengangkatannya itu Pangeran Aria Cirebon memperoleh perintah buat menjalankan sistem pemerintahan tradisional atas nama VOC di kawasan Priangan serta Galuh. Dalam melaksanakan tugas sehariharinya ia didampingi oleh Residen Cirebon serta Letnan Caspar Lippius.

di tanggal 22 Maret 1706, VOC mengeluarkan empat kewajiban utama yg wajib dijalankan oleh Pangeran Aria Cirebon sebagai Wedana-Bupati Priangan. Pertama, menjaga perdamaian antara para bupati serta mencegah adanya perebutan penduduk. Kedua, mendorong penanaman padi. Ketiga, mewajibkan penyerahan kapas, indigo, serta lada dengan suatu pembayaran. Keempat, tak boleh mengangkat patih tanpa persetujuan Residen Cirebon.

Sebagai opziener, Pangeran Aria Cirebon mengeluarkan beberapa kebijakan yg tentunya sudah dibicarakan terlebih dahulu dengan VOC. Dari demikian banyak kebijakan yg dikeluarkan Pangeran Aria Cirebon, beberapa kebijakan yg terkait dengan Galuh, antara lain: VOC mengabulkan usulan Pangeran Aria Cirebon buat mengangkat Patih Ciamis sebagai Bupati Kawasen menggantikan Sutanangga. Alasan pergantian ini di karenakan Patih Ciamis dianggap sebagai ningrat tertua serta terpandai.

selain itu, kawasan Utama yg tadinya masuk Karawang dimasukkan ke kawasan kekuasaan Bojonglopang serta Kepala kawasan Utama, Sutapura, wajib tunduk kepada Bupati Karawang, R.A. Wiranegara, pengganti R.A. Panatayuda.

Sensus Penduduk

Di samping mereorganisasi kawasan Galuh, Pangeran Aria Cirebon menjalankan sensus penduduk di setiap kabupaten di Galuh. apabila dibanding dengan Undang-undang Couper, jelaslah bahwa dalam kurun waktu 22 tahun penduduk Galuh tidaklah tetap.

Di Kawasen dalam waktu dua tahun sempat terjadi pengurangan jumlah penduduk yg amat drastis. Dua puluh tahun setelah itu jumlah penduduk Kawasen meningkat melebihi jumlah sebelumnya. Demikian juga di Bojonglopang, dalam waktu 22 tahun jumlah penduduknya meningkat lima belas kali lipat.

Sepeninggal Pangeran Aria Cirebon tahun 1723, VOC menghapus jabatan opziener. Martawijaya, putra Pangeran Aria Cirebon, mencoba mengajukan permohonan buat mengisi jabatan ayahnya, namun ditolak oleh VOC, di karenakan jabatan opziener tidaklah buat diwariskan. Dengan demikian, sejak saat itu, para bupati Priangan serta Galuh langsung diawasi oleh para pejabat VOC.

Penanaman Kopi

di masa preangerstelsel, kopi adalah komoditas perdagangan utama yg sangat menguntungkan VOC oleh di karenakan itu Kerajaan Belanda dengan cepat menjadi salah satu negara kaya di Eropa. Akan namun, Kabupaten Galuh tak pas buat penanaman kopi oleh di karenakan itu tak terlalu besar konstribusinya, meskipun bukan berarti tak menghasilkan kopi.

Penanaman kopi di Kabupaten Galuh dimulai sekitar tahun 1720-an. Bupati R. Adipati Kusumadinata I memerintahkan rakyat buat membudidayakan tanaman/tanaman kopi di lereng Gunung Sawal serta Gunung Ciremai (Cirebon).

Sepuluh tahun setelah itu, tepatnya tahun 1730, di kedua kawasan ini menghasilkan kopi sekitar 375.000 Kg atau kira-kira setara dengan 6.000 pikul serta tetap mencapai jumlah yg cukup meyakinkan setidak-tidaknya sampai pertengahan abad ke-18. Bahkan di akhir abad ke-18, produksi kopi yg dihasilkan di kedua tempat ini mencapai kira-kira 14.000 ñ 18.000 pikul.

Meskipun menghasilkan kopi dalam jumlah yg tak terlalu kecil, namun kawasan lain di kawasan Galuh tak pas buat pembudidayaan kopi. Oleh di karenakan itu, di kawasan Galuh produksi kopi tidaklah mencapai hasil setinggi di kawasan Priangan Tengah serta Priangan Barat.

Mas Garuda

Sementara itu, sepeninggalnya R.Adipati Kusumadinata I, yg menjadi bupati di Imbanagara adalah R. Adipati Kusumadinata II serta memerintah dari tahun 1727-1732. Oleh di karenakan dirinya tak memiliki anak, jabatan Bupati Imbanagara diserahkan kepada keponakannya yg masih kecil, yakni Mas Garuda.

Dengan demikian, dari tahun 1732-1751, Kabupaten Imbanagara dipimpin oleh tiga orang wali Mas Garuda. Baru di tahun 1751, selepas usianya dewasa, Mas Garuda memerintah Kabupaten Imbanagara sampai tahun 1801. Gelar yg dipakai oleh Mas Garuda adalah R. Adipati Kusumadinata III.

Insiden Bupati Natadikusuma

di masa peralihan dari VOC ke Pemerintah Hindia Belanda, yg menjadi bupati di Imbanagara adalah R. Adipati Natadikusuma. Bupati ini memerintah Imbanagara dari tahun 1801-1806. Masa pemerintahan yg sebentar ini tak terlepas dari peristiwa yg mendahuluinya.

Menurut sumber tradisional Wawacan Sajarah Galuh, Lawick van Pabst memerintahkan agar bupati menimbang benang serta nila ke Cibatu (Ciamis). R. Adipati Natadikusuma merasa tersinggung atas perintah itu di karenakan perihal timbang menimbang hasil bumi bukanlah tugas seorang bupati.

Penuh dengan amarah, R. Adipati Natadikusuma memukul pejabat VOC itu yg bernama lengkap Ajun Kumetir Pieter Herbertus van Lawick van Pabst. karena pemukulan itu, di tahun 1806, jabatan Bupati Imbanagara yg diasandang R. Adipati Natadikusuma dicopot oleh VOC (dilepas tina regen), di karenakan dianggap tak patuh terhadap perintah VOC.

Sang bupati setelah itu ditahan di Cirebon, meskipun tak lama setelah itu dibebaskan. namun demikian, jabatan sebagai Bupati Imbanagara tak dpt disandang kembali di karenakan jabatan itu sudah diisi oleh Surapraja dari Limbangan yg memerintah Imbanagara sampai tahun 1811.

Dengan demikian, saat Hindia Belanda dipimpin oleh Daendels, Kabupaten Imbanagara dipimpin oleh bupati yg bukan keturunan Galuh. Peristiwa pemukulan tersebut, tak hanya berdampak dicopotnya jabatan bupati yg disandang R. Adipati Natadikusuma. Menurut sumber Belanda, karena peristiwa yg terjadi tahun 1805 itu, tiga kabupaten di Priangan Timur, adalah Imbanagara, Galuh, serta Utama digabungkan.

selain itu, Bupati Imbanagara dianggap tak mampu menjalankan roda pemerintahannya oleh di karenakan itu berutang 23.500 Rds serta selepas penggabungan ketiga kabupaten ini, utang Bupati Imbanagara menjadi tanggung jawab Bupati Galuh.

Sumber: asal usul Ciamis. Diterbitkan tahun 2005 oleh Pemkab Ciamis serta LPPM Universitas Galuh, Ciamis



Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Back To Top