Upacara Adat Nyangku Panjalu, Media Syiar Prabu Borosngora
Wisata Indonesia – UPACARA adat Nyangku adalah rangkaian prosesi adat penyucian benda-benda pusaka peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora serta para Raja serta Bupati Panjalu penerusnya yg tersimpan di Pasucian Bumi Alit. Upacara ini dilaksanakan setiap Senin atau Kamis terakhir Bulan Maulud (Rabiul Awal) oleh masyarakat Panjalu.
Istilah Nyangku diduga berasal dari Perkataan “yanko” yg dalam bahasa Arab berarti membersihkan. Di lidah orang Sunda, Perkataan yanko perlahan berubah menjadi nyangku.
Makna dilakukannya upacara adat ini adalah buat menghormati peninggalan pusaka leluhur sebagai ungkapan terima kasih atas jasa-jasa leluhur Panjalu yg sudah membangun negara serta menyebarkan agama Islam di kawasan Galuh, Ciamis, khususnya di Kecamatan Panjalu
Prosesi Ritual
inti dalam ritual ini adalah pembersihan benda-benda pusaka yg dimiliki oleh Kerajaan Panjalu.
buat mempersiapkan bahan-bahan upacara, di jaman dahulu, konon seluruh keluarga keturunan Panjalu akan menyediakan beras merah yg wajib dikupas dengan tangan, bukan ditumbuk sebagaimana biasa.
Beras merah ini dipergunakan sebagai bahan buat membuat tumpeng serta sasajen. Aplikasi menguliti gabah merah ini dimulai sejak tanggal 1 Mulud, sampai dengan satu hari sebelum Aplikasi upacara.
Ritual Nyangku diawali dengan berziarah ke makam raja di Situ Lengkong, Panjalu. setelah itu dilanjutkan dengan pencucian benda pusaka peninggalan raja.
Upacara biasanya dimulai sekitar pukul 07.30 pagi dengan mengeluarkan benda-benda pusaka dari Bumi Alit serta diarak dengan tutorial digendong oleh keturunan raja Panjalu menuju Nusa Gede.
Rombongan pembawa benda pusaka akan mengenakan pakaian muslim serta pakaian adat Sunda. Setibanya di Situ Lengkong (baca: Berwisata sembari Ziarah di Situ Lengkong Panjalu), dengan menggunakan Bahtera rombongan pembawa benda-benda pusaka menyeberang menuju Nusa Larang dengan dikawal oleh dua puluh Bahtera lainnya.
Pusaka-pusaka setelah itu diarak lagi menuju bangunan kecil yg terdapat di Nusa Larang. Pembawa pusaka diiringi dengan lantunan musik rebana, serta membacaakan shalawat menuju panggung utama tempat digelarnya membersihkan benda pusaka.Benda-benda pusaka itu setelah itu diletakan di atas alas kasur yg Eksklusif disediakan buat upacara ini. selanjutnya benda-benda pusaka satu persatu mulai dibuka dari kain putih pembungkusnya.
selepas itu benda-benda pusaka cepat dibersihkan dengan air yg berasal dari tujuh mata air ditambah jeruk nipis. Pencucian dimulai dengan pedang pusaka Prabu Sanghyang Borosngora dilanjutkan dengan pusaka-pusaka yg lain.
selepas selesai dicuci, benda-benda pusaka tersebut lalu diolesi dengan minyak kelapa yg dibuat Eksklusif. selanjutnya dibungkus kembali dengan tutorial melilitkan janur lalu dibungkus lagi dengan tujuh lapis kain putih serta diikat dengan menggunakan tali dari benang boeh.
selepas itu baru setelah itu dikeringkan dengan asap kemenyan lalu diarak buat disimpan kembali di Pasucian Bumi Alit.
Media Syiar
Tradisi Nyangku ini konon sudah dilaksanakan sejak zaman pemerintahan Prabu Sanghyang Borosngora. di waktu itu, Sang Prabu menjadikan prosesi adat ini sebagai salah satu media Syiar Islam untuk rakyat Panjalu serta sekitarnya.
sampai kini, ritual Nyangku menjadi tradisi serta kebudayaan kebanggaan penduduk Panjalu. Bahkan, banyak orang yg dari luar kota sengaja datang buat mengikuti prosesi ini (baca juga: Mitos Maung Panjalu).
Pasucian Bumi Alit
Pasucian Bumi Alit atau lebih sering disebut Bumi Alit aja, awalnya dibangun oleh Prabu Rahyang Kancana di Dayeuh Nagasari, Ciomas sebagai tempat penyimpanan pusaka peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora. Bumi alit dalam Bahasa Sunda berarti “rumah kecil” .
Adapun beberapa benda pusaka yg disimpan di sini antara lain:
- Pedang yg konon berasal dari pemberian Baginda Ali RA, berfungsi sebagai alat buat membela diri.
- Cis atau berupa tombak bermata dua (dwisula), berfungsi sebagai senjata serta kelengkapan dalam berkhutbah.
- Keris komando raja pegangan Raja Panjalu.
- Keris pegangan para Bupati Panjalu.
- Pancaworo, senjata perang di zaman dahulu.
- Bangreng, senjata perang di zaman dahulu.
- Gong kecil, buat mengumpulkan rakyat di zaman dahulu.
- Kujang peninggalan petapa sakti bernama Pendita Gunawisesa Wiku Trenggana (Aki Garahang) yg diturunkan kepada para Raja Panjalu.
di masa pemerintahan Raden Tumenggung Wirapraja (akhir abad XVII) bangunan Bumi Alit dipindahkan ke Dayeuh Panjalu seiring dengan perpindahan kediaman Bupati Tumenggung Wirapraja ke Dayeuh Panjalu. Pasucian Bumi Alit saat ini terletak di Kebon Alas, Alun-alun Panjalu.
Awalnya Pasucian Bumi Alit berupa taman berlumut yg dibatasi dengan batu-batu besar serta dikelilingi pohon Waregu. Bangunan Bumi Alit sendiri berbentuk serupa leuit atau lumbung padi tradisional penduduk Sunda. Rangkanya terbuat dari bambu serta kayu berukir dengan dinding terbuat dari bilik bambu sedangkan atapnya dari ijuk.
di waktu pendudukan Jepang (1942-1945) benda-benda pusaka yg tersimpan di Bumi Alit dipindahkan sementara ke kediaman R. Hanafi Argadipradja, sesepuh keluarga Panjalu, adalah cucu Raden Demang Aldakusumah di Kebon Alas, Panjalu.
saat pecah pemberontakan DI/TII (1949-1962), para pemberontak sempat merampas benda-benda pusaka dari Bumi Alit. Pusaka-pusaka tersebut setelah itu ditemukan kembali oleh TNI di Gunung Sawal lalu diserahkan kepada R. Hanafi Argadipradja, kecuali pusaka Cis sampai saat ini tak diketahui keberadaannya.
di tahun 1955, Bumi Alit dipugar oleh R.H. Sewaka sesepuh Panjalu yg juga mantan Gubernur Jawa Barat (1947-1948, 1950-1952). Hasil pemugaran menjadikan bentuk bangunan Bumi Alit sepertin yg sekarang, adalah berbentuk campuran mesjid zaman dahulu dengan bentuk modern, beratap susun tiga. Di pintu masuk terdapat patung ular bermahkota serta di pintu gerbang terdapat patung kepala gajah.
Pemeliharaan Bumi Alit dilaksanakan oleh Pemerintah Desa Panjalu yg terhimpun dalam ‘Wargi Panjalu’ di bawah pembinaan Dinas Pariwisata serta Budaya Kabupaten Ciamis.
di tgl 27 Januari 2012 terjadi pencurian benda pusaka Bumi Alit. Pusaka yg dicuri adalah pedang Sayyidina Ali serta keris komando. Pencuri masuk bumi alit dengan membobol atap. namun beberapa hari setelah itu pencuri sukses ditangkap beserta barang hasil curiannya.
buat mencegah terulangnya kejadian tersebut, di tahun 2014 ruangan tempat penyimpanan benda pusaka Bumi alit dipugar menjadi lebih permanen atas Donasi Kementerian Pariwisata. Sedangkan bangunan bagian luarnya (teras) masih dipertahankan seperti semula.